Alhamdulillah tak terasa bulan yang penuh rahmat hadir lagi bersama-sama kita. Aneka
ragam dalam menyambutnya. Semuanya bisa diterima dan dibenarkan, tapi
yang paling pas dijadikan teladan dalam menyambut dan mengisi bulan
Ramadhon adalah Rasulallah saw, para sahabatnya dan salafus sholih.
Dalam menyabut bulan yang penuh pengampunan ini, Rasulallah saw suatu
hari di akhir bulan Sya’ban bersabda:
“Wahai
semua manusia, telah datang kepadamu bulan yang agug, penuh keberkahan,
didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Diwajibkan padanya puasa dan dianjurkan untuk menghidupkan
malam-malamya. Siapa yang mengerjakan satu kebaikan (sunah) pada bulan
ini, seolah-olah ia mengerjakan satu kewajiban dibulan-bulan lain. Siapa
yang mengerjakan ibadah wajib seakan-akan mengerjakan tujuh puluh kali
kewajiban di bulan-bulan lain “ (Sahih Muslim dari Salman).
Terdengar
lagi sambutan “Marhaban ya Ramadhan”. Dalam bahasa Arab, marhaban
berasal dari kata rahb yang artinya luas,lebar dan lapang. Kaya ada tamu
penting mau datang, tentu saja kita siapkan tempat yang luas, lebar,
bagus dan lapang agar tamu itu betah dan senang tinggal di rumah kita,
karena kita juga senang dengan kedatangannya. Itu artinya kita harus
meluaskan hati dan melapangkan dada dalam menyambut bulan Ramadhan
sehingga ibadah dan kegiatan Ramadhan yang kelihatannya berat bagi kita
akan terasa enteng.
Coba
bayangkan, mendekati bulan Ramadhan saja kita sudah diminta untuk
menyabutnya dengan suka cita, dengan gembira dan semangat, karena ada
sesuatu atau oleh-oleh yang diharapkan dari tamu yang datang itu.
oleh-olehnya yaitu surga. Kalau menyambut bulan puasa dengan gembira
merupakan satu tanda masuk surga, apalagi mengerjakan ibadah di bulan
ini dengan baik.
Tapi
tunggu dulu. Sebab banyak orang yang kalau sudah habis bulan ramadhan
habis pula tugasnya dan habis semua ibadah dan kegiatan lainya yang
telah dilakukan selama sebulan. Kalau ingin mengetahui ibadah dan amal
kita makbul atau diterima Allah di bulan Ramadhan dan kita telah
mendapatkan sertifikat masuk surga kita harus buktikan lebih dahulu
keberhasilan dan kesuksesan ibadah tersebut dengan meningkatkan amal
soleh di bulan bulan yang lain.
Mestinya,
setelah lewat Ramadhan, kita tidak lagi melakukan ma’siat dan
dosa-dosa, apalagi secara harfiah Ramadh artinya dalam bahasa Arab
membakar, yakni membakar dosa. Kalau dosa itu diibaratkan kaya pohon
singkong, maka kalau sudah dibakar, pohon singkong itu mati dan tidak
mungkin bisa tumbuh lagi. Begitu pula ma’siat dan dosa-dosa di bulan
Ramadhan dibakar hangus, seharusnya tidak boleh ma’siat dan dosa-dosa
dilakukan lagi dibulan bulan yang lain. Nah, kalau ma’siat dan dosa-dosa
itu masih juga dikerjakan dan diperbuat
di bulan-bulan yang lain setelah Ramadhan berlalu, ini sama saja dengan
pohon singkong bukan dibakar tapi ditebang. Pohon singkong kalo
ditebang dia akan tumbuh lagi, bahkan bukan satu cabang yang tumbuh tapi
bercabang cabang. Begitu kan?
Waktu
puasa, kita diajarin jujur tidak boleh curang, sehingga kita tidak
berani makan atau minum meskipun tidak ada orang yang lihat. Itu kita
lakukan melulu untuk Allah dan karena Allah. Kita betul belul yakin
Allah mengetahui perbuatan kita, makanya kita dalam puasa selalu
mengawasi diri kita dan selalu bersifat jujur kepada Allah dan diri kita
sendiri. Inilah kejujuran yang sesungguhnya. Karna itu, setelah habis
bulan puasa harus mampu menjadi orang-orang yang selalu berlaku jujur,
baik jujur dalam perkataan, dalam tindakan, dan kelakuan bahkan dalam
mu’amalat sesama manusia pula harus jujur. Ini namanya hikmah yang bisa
diambil dari puasa.
Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tapi kita harus bisa pula mengambil
hikmah dari lapar dan haus itu, yaitu kita harus memiliki jiwa solider
kepada mereka yang menderita dan kesusahan dan harus mempunyai rasa iba
kepada fakir miskin dan anak anak yatim. Yaitu dengan memberi sebagian
kecil dari harta kita (zakat mal atau zakat fitr) kepada mereka. Dan
rasa solider ini bukan hanya nongol di bulan puasa, tapi kita harus
selalu menjadi manusia yang solider dan mencintai sesama muslim kapan
waktu saja.
Yang
lebih pening dari itu, Ramadhan merupakan waktu paling tepat untuk
melatih diri atau merobah akhlak buruk (penyakit) yang sudah berkarat
dan mendarah daging di diri kita. Merobah akhlak buruk susahnya bukan
main, apalagi kalo akhlak jelek itu sudah mengakar dan sudah tidak
terkontrol. Pada saat itu akhlak jelek itu bukan lagi merupakan cacat,
tapi ini sungguh sungguh telah menjadi mala petaka dan mushibah.
Setiap
orang pasti memiliki segudang akhlak jelek dari mulai maki-maki,
bohong, fitnah orang, sombong, menipu, maling, apalagi korupsi yang sudah
jadi budaya kita dll sampai ke usil, nyindir, mau tahu urusan orang,
fudhul, suu’ zhon (buruk sangka), ghurur (berbangga diri), dll.
Di
bulan suci ini merupakan kesempatan yang paling tepat dan bagus untuk
merobah akhlak jelek itu. Dan Ramadhan merupakan sekolah atau privat les
yang bisa membuat manusia secara berangsur angsur merubah watak dan
akhlak jeleknya atau sekurang-kurangnya sadar dan eling akan akhlak
buruknya.
Saya
rasa masih banyak hikmah-hikmah puasa yang kita bisa dapatkan dan
temukan dan yang sangat penting adalah kita harus banyak belajar dari
Ramadhan dan mengambil hikmahnya supaya bisa diterapkan di bulan bulan
yang lain bukan hanya di bulan puasa tok.
Salam Ramadhan.
Wallahu’alam
0 komentar:
Posting Komentar