Kematian
itu bukanlah akhir dari perjalanana hidup seseorang. Setiap orang pasti
akan mati dan jasadnya hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku
hanya bagi jasad, benda dan meteri. Sedangkan ruh bukanlah benda atau
materi, maka ia tidak terkena hukum kehancuran. Maka dari itu jika
sesorang mati, jasadnya ditinggalkan di pekuburan, tapi ruhnya berpindah
dari alam dunia ke alam baru yang disebut alam barzakh. “Dan di hadapan
mereka (ahli kubur) ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan “
Al-Mu’minun 100
Karena
ruh itu tetap hidup maka silaturahim bukan hanya dibutuhkan untuk orang
yang masih hidup di dunia, tapi hubungan kita dengan mereka yang sudah
pindah ke alam barzakh pula sangat diperlukan. Sekalipun berbedanya alam
antara kita dengan mereka tapi semuanya bisa dijangkau dengan
silaturahim.
Sebelum
menjelang bulan Ramadan dan di Hari Raya. Komplek pemakaman ramai tidak
sedikit dikunjungi orang orang yang ingin bersilaturahim dengan
keluarganya yang sudah meninggal dunia. Ada yang berziarah ke makam
orang tuanya. Ada yang berziarah ke makam sanak famili atau karabatnya,
ada pula yang berziarah ke makam para sesepuh dan ulama. Hal ini demi
untuk mendoakan mereka yang telah mendahului kita agar Allah memberikan
kepada mereka rahmah dan maghfirah dan mengharamkan jasad-jasad mereka
dari sentuhan api neraka.
Rasulallah,
sebagimana diriwayatkan Abu Daud, pada awal sejarah Islam pernah
melarang umat Islam untuk berziarah kubur. Beliau khawatir umat Islam
mengkultuskan kuburan, berlaku syirik, atau bahkan menyembah kuburan.
Tapi selelah keimanan umat Islam meningkat dan kuat. Maka Rasulallah saw
tidak khawatir lagi. Rasulallah saw pun kemudian bersabda : “Aku dulu
melarang kamu berziarah kubur. Sekarang, aku anjurkan melakukanya. Sebab
bisa mengingatkan kita kepada akhirat”.
Silaturahim
kepada penghuni alam barzakh adalah perbuatan dan tradisi baik. Selain
merupakan ibadah juga untuk mengenang jasa dan berbalas budi orang.
Orang yang tak mengenangnya bukan dikatagorikan orang baik. Jelasnya,
silaturahim kepada mereka sudah menjadi tradisi yang mendarah-daging.
Tahun demi tahun berjalan, dan ziarah demi ziarah pasti menyertainya.
Dan andai kata kita lupa, atau lalai melakukannya, kita akan segera
merasa, ada sesuatu yang ganjil atau kurang mantap dalam diri kita.
Ziarah kubur sudah menjadi kebutuhan hidup kita, ibarat kita butuh
makan, butuh minum, butuh menghirup udara segar, butuh tidur, butuh
istirahat, butuh senyum, butuh salam, butuh menyayangi dan disayangi.
Di
samping itu, tradisi berziarah ini sangat baik dan terpuji demi
mengingatkan kita semua, termasuk orang kaya, pamong praja, dan
berpangkat, bahwa satu hari hidup kita pasti akan berakhir di pekuburan.
Semua kemegahan hudup, rela tak rela, harus ditinggalkan dan kita harus
terima babak baru perjalanan menghuni liang kubur yang luasnya sekitar 1
x 2 meter saja.
Telah
ditetapkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulallah
saw telah menganjurkan kita, disaat memasuki kompleks pemakaman, agar
mengucapkan salam kepada ahlil kubur seperti memberi salam kepada orang
hidup: “Salam sejahtera bagimu penghuni kubur dari kaum Muminin dan
Muminat. Dan kami Insya Allah akan betemu dengan kalian. Kamu adalah
orang orang yang mendahului kami dan kami akan menyusul kalian. Kami
bermohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan kalian”. Ucapan
salam biasanya diberikan kepada orang yang mendengar dan berakal. Jika
tidak, maka ucapan ini tidak mempunyai fungsi atau seolah-olah bersalam
kepada benda jamad yang tidak mendengar dan berakal.
Para salaf soleh,
mereka semua bersepakat dengan apa yang telah ditetapkan Rasulallah saw
dan dijadikan sesuatu yang mutawatir (diterima kebenarannya) yang mana
ahli kubur mengetahui orang yang menziarahinya dan mendapatkan
ketenangan dengan kedatangannya. Sesuai dengan hadisth yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari bahwa mayyit setelah dikubur mendengar suara sandal
orang yang mengatarkannya ke kuburan.
Diriwatkan
oleh Imam Bukhari Muslim, pernah Rasulallah saw menyuruh mengubur orang
orang kafir yang meninggal dalam peperangan Bader di kuburan Qulaib.
Kemudian beliau berdiri di muka kuburan dan memanggil nama nama mereka
satu persatu : “Wahai Fulan bin Fulan!! .. Wahai Fulan bin Fulan!!..
Apakan kamu mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada kamu?
Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah
kepadaku”. Umar bin Khattab ra yang berada disamping Nabi
bertanya : “Ya Rasulallah sesungguhnya kamu telah berbicara dengan
orang-orang yang sudah usang (mati)”. Rasulallah saw pun berkata, “Demi
Yang telah mengutus aku dengan kebenaran, sesungguhnya kamu tidak lebih
mendengar dari mereka dengan apa yang aku katakan”.
Imam besar Muslim
meriwayatkan bahwa Rasulallah dan sahabatnya pernah melewati salah satu
kuburan Muslimin. Setelah memberi salam kepada ahli kubur, tiba-tiba
Rasulallah berhenti di dua kuburan. Kemudian beliau berpaling kepada
sahabatnya dan bersabda, “Kalian tahu bahwa kedua penghuni
kuburan ini sedang diazab di dalam kubur. Mereka tidak diazab karna
dosa-dosa mereka yang besar. Akan tetapi mereka diazab karna dosa-dosa
mereka yang kecil. Yang pertama diazab karna suka berbuat namimah
(mengupat / ceritain orang) dan yang kedua diazab karna tidak
beristinja’ (tidak cebok setelah hadats kecil)”. Kemudian
Rasulallah saw memetik dua tangkai pohon dan ditancapkanya di kedua
kuburan trb. Sahabat bertanya apa maksud dari yang telah dilakukan
Rasulallah saw itu. Beliau bersabda : “Allah memberi keringanan azab
bagi kedua penghuni kubur trb semasih tangkai pohon itu basah, belum
kering. Karna ia beristighfar untuk penghuni kubur yang sedang diazab”.
Sekarang,
jika Allah memberi keringanan azab kepada ahli kubur karna istighfar
sebatang pohon, istighfar seekor binatang, istighfar sebuah batu, pasir
dan krikil atau benda-benda jamad lainnya yang tidak berakal. Apalagi
istighfar kita sebagai manusia yang berakal dan beriman kepadaNya.
Wallahua’lam
0 komentar:
Posting Komentar