Cari Blog Ini

PENGHAMBAAN ATAU ILAH

Aqidah Islam sebenarnya merupakan kebulatan nilai yang telah menjadi suatu simpul yang kokoh dari nilai-nilai iman yang jumlahnya lebih dari 70. Termasuk di dalamnya yang paling sederhana adalah menyingkirkan duri dari jalanan dan yang paling tinggi serta sentral adalah kalimat tauhid Laa ilaaha illallah.

         
Melihat begitu pentingnya kalimat tauhid Laa ilaaha illallah yang merupakan sentral dan landasan bagi seorang muslim maka kita wajib memahami hal ihwal yang terkandung di dalam kalimat tauhid tersebut, salah satu diantaranya adalah tentang ILAH DAN PENGHAMBAAN, yang tentunya akan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan (manifestasi) jati diri seorang muslim sejati yang dikehendaki oleh ajaran Islam yang Maha Tinggi dan Suci.

         
Dalam bahasa Arab kata “penghambaan” disebut “Ubudiyah”. Kata ini berkaitan erat dengan kata ILAH, sebab diantara arti ILAH adalah “al-ma’bud”. ILAH itu sendiri berasal dari kata ALIHA yang artinya :

1. Sakana ilaihi artinya tenang kepadanya.
Jadi seseorang apabila mengingat atau melihat seseorang yang digandrungi, menjadi tenang hatinya. Jika seseorang meng-ILAH-kan Allah berarti ia akan selalu tenang apabila disebut atau mengingat-Nya.
Firman Allah : “Sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang”. (Q.S. Ar-Ra’d : 28)

2. Istijarobihi artinya meminta perlindungan kepadanya.
Jika seseorang meng-ILAH-kan sesuatu dia akan meminta perlindngan kepadanya. Baik perlindungan itu bersifat fisik ataupun non-fisik (kejiwaan). Perlindungan menjamin akan adanya rasa keamanan. Seseorang yang meng-ILAH-kan Allah senantiasa merasa aman apabila ia telah mendekatkan diri kepada-Nya. Ia merasa perlindungan Allah senantiasa menyertainya.

3. Ittaja ilaihi bi syuqin artinya hatinya menuju ke sana dengan penuh kerinduan.
Seseorang akan selalu merindukan apa saja yang di-ILAH-kannya. Rindu untuk bertemu. Dengan demikian yang meng-ilah-kan Allah akan merasa rindu untuk bertemu dengan-Nya.
Firman Allah SWT : “Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya”. (Q.S. An Naba’ : 39)

4. Wuli’a bihi artinya cendrung kepadanya.
Seseorang yang cendrung kepada sesuatu akan didominasi sesuatu yang digandrunginya itu. Fikiran, perasaan, dan perbuatannya selalu diilhami atau dilatarbelakangi oleh yang dicenderungi itu.

            Keempat makna ILAH ini berkaitan satu sama lain, dan merupakan rangkaian yang tak dapat dipisahkan. Seseorang yang meng-ILAH-kan sesuatu merasa dirinya senantiasa dilindungi oleh sesuatu itu. Hingga tumbuh rasa aman dan ketenangan bila merasa dekat, tiada berjarak dengannya. Setiap manusia pasti mendambakan suasana ketentraman dan ketenangan diri. Dan jika hal itu sudah dirasakannya maka dia tak mau berpisah lagi dengannya. Kerinduannya senantiasa menyertainya. Kerinduan adalah awal dari cinta. Sedangkan cinta adalah awal dari penyerahan total : perasaan, fikiran, dan perbuatan. Dalam situasi ini seseorang hanyut dalam sesuatu yang amat dicintai dan dirinduinya. Inilah yang disebut kegandrungan/kecenderungan. Jika sesuatu itu tidak bisa ditemuinya terasalah ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Kehidupannya menjadi hampa dan seakan tiada arti lagi.

            Empat makna ILAH inilah yang merupakan indikator-indikator adanya suatu penghambaan. Jadi suatu penghambaan ditentukan lebih banyak oleh faktor internal jiwa manusia terhadap sesuatu di luar dirinya. Perbuatan-perbuatannya yang bersifat zahir hanyalah cermin atau manifestasi keadaan jiwanya. Bukan perbuatan yang lahir dari sebuah tekanan luar (ekstrnal), pemaksaan ataupun teror. Penghambaan juga tidak ditentukan oleh sifat kematerialan “ilah-ilah”. Dan memang sepanjang sejarah manusia tak pernah satu generasipun dari mereka yang mengaku bahwa benda-benda mati memiliki sebuah keistimewaan yang sakral. Mereka selalu menyebutnya sebagai perantara atas sesuatu yang ghaib di balik “ilah-ilah” material itu. Dan justru Al-Qur’an menggaris bawahi hakekat penghambaan dengan makna ini. Firman Allah dalam Al Qur’an : “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah (menghamba kepada) setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (Q.S. Yasin : 60)
Dalam usaha menyesatkan manusia, setan tidak menjelmakan dirinya dalam bentuk fisik. Namun, lebih banyak lewat bisikan-bisikan kepada hati manusia yang menyebabkan mereka tersesat meski di satu sisi masih bersujud mengerjakan shalat.

Ditulis Oleh : Unknown // 19.46
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Diberdayakan oleh Blogger.