a. Menurut Bahasa
Lafaz Al-Qur’an berasal dari kata “Qara’a” yang berarti “membaca”. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an:
“Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al-Qiyamah: 17-18)
b. Menurut Istilah
Al-Qur'an ialah
firman Allah yang merupakan mu’jizat dan diturunkan (diwahyukan) kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as. yang ditulis dalam mushaf
dan membacanya adalah ibadah.
Cara-Cara Al-Qur’an Diturunkan / Diwahyukan
Para
ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa turunnya Al-Qur’an berdasarkan
dalil ayat Al-Qur’an dan riwayat Hadits shahih melalui tiga tahap yaitu :
Tahap Pertama, Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh, sebagaimana firman Allah:
“padahal
Allah mengepung mereka dari belakang mereka. Bahkan yang didustakan
mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruuj: 20-22)
Ketika
Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh tidak diketahui bagaimana keadaannya,
kecuali Allah yang mengetahuinya, karena waktu itu Al-Qur’an berada di
alam ghaib, kemudian Allah menampakkan atau menurunkannya ke Baitul
‘Izzah di langit bumi. Secara umum, demikian itu menunjukkan adanya Lauh
Mahfuzh, yaitu yang merekam segala qadha dan takdir Allah SWT, segala
sesuatu yang sudah, sedang, atau yang akan terjadi di alam semesta ini.
Demikian ini merupakan bukti nyata akan mengagungkan kehendak dan
kebijaksanaan Allah SWT yang Maha Kuasa.
Jika
keberadaan Al-Qur’an di Lauh Mahfuzh itu merupakan Qadha (ketentuan)
dari Allah SWT, maka ketika itu Al-Qur’an adanya persis sama dengan
keadaannya sekarang. Namun demikian hakekatnya tidak dapat diketahui,
kecuali oleh seorang Nabi yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Dan
segala sesuatu yang terjadi di bumi ini telah tertulis dalam Lauh
Mahfuzh sebagaimana firman Allah :
“Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (Q.S. Al Hadiid: 22)
Tahap Kedua, Al-Qur’an dari Lauh Mahfuzh diturunkan ke langit bumi (Baitul ‘Izzah)
Berdasarkan
kepada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits berkah yang dinamakan
malam Al-Qadar (Lailatul Qadar) dalam bulan suci Ramadhan. Sebagaimana
firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.”(Q.S Al-Qadr: 1)
Dan firman Allah :
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang bathil). (Q.S. Al Baqarah: 185)
Dan firman Allah :
“sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. Ad-Dukhaan: 3)
Tiga
ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Al-Qur’an, diturunkan pada suatu
malam bulan Ramadhan yang dinamakna malam Lailatul Qadar yang penuh
berkah. Demikian juga berdasarkan beberapa riwayat sebagai berikut :
“Riwayat
dari Ibn Abbas ra. berkata : Al-Qur'an dipisahkan dari Adz Dzikir lalu
Al-Qur'an itu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, lalu Jibril
mulai menurunkannya kepada Nabi.”
Dan hadis riwayat Ibnu Abbas :
“Riwayat
dari Ibnu Abbas berkata : Al-Qur'an diturunkan sekaligus langit bumi
(Bait Al-Izzah) berada di Mawaqi’a Al-Nujum (tempat bintang-bintang) dan
kemudian Allah menurukan kepada Rasul-Nya dengan berangsur-angsur.”
Dan hadits riwayat Imam Thabrani :
“Riwayat
dari Ibnu Abbas ra. berkata : Al-Qur'an diturunkan pada malam Al-Qadar
pada bulan Ramadhan di langit bumi sekaligus kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur.”
Ketiga
riwayat tersebut dijelaskan di dalam Al-Iqam bahwa ketiganya adalah
sahih sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Suyuthy riwayat dari Ibn
Abbas, dimana dia ditanya oleh Athiyah bin Aswad dia berkata : “Dalam
hatiku terdapat keraguan tentang firman Allah dalam surah Al - baqarah
ayat 185 :
“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran…….”
dan firman Allah dalam surah Al – Qadr ayat 1:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”
Sedangkan
Al-Qur’an ada yang diturunkan pada bulan Syawal, Zulkaidah, Zulhijjah,
Muharram, Safar dan bulan Rabi’ul Awwal dan Rabi’ul Akhir. Ibnu Abbas
menjawab bahwa Al-Qur’an itu diturunkan pada bulan Ramadhan malam
Lailatul Qadar secara sekaligus yang kemudian diturunkan kepada Nabi
secara berangsur-angsur di sepanjang bulan dan hari.
Yang
dimaksud dengan nujum (bertahap) adalah diturunkan sedikit demi sedikit
dan terpisah-pisah, sebagiannya menjelaskan bagian yang lain sesuai
dengan fungsi dan kedudukannya.
Al-Suyuthy
mengemukakan bahwa Al-Qurthuby telah menukilkan hikayat Ijma’ bahwa
turunnya Al-Qur’an secara sekaligus adalah dari Lauh Al-Mahfuzh ke
Baitul ‘Izzah di langit pertama.
Barangkali
hikmah dari penurunan ini adalah untuk menyatakan keagungan Al-Qur’an
dan kebesaran bagi orang yang diturunkannya dengan cara memberitahukan
kepada penghuni langit yang tujuh bahwa kitab yang paling terakhir yang
disampaikan kepada Rasul penutup dari umat pilihan sungguh telah
diambang pintu dan niscaya akan segera diturunkan kepadanya.
As-Suyuthy
berpendapat andaikata tidak ada hikmah Ilahiyah yang menyatakan
turunnya kepada umat secara bertahap sesuai dengan keadaan niscaya akan
sampai ke muka bumi secara sekaligus sebagaimana halnya kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya. Tetapi karena Allah SWT membedakan antara
Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya, maka Al-Qur’an diturunkan dalam
dua tahap, turun secara sekaligus kemudian diturunkan secara berangsur
sebagai penghormatan terhadap orang yang akan menerimanya.
Tahap Ketiga :
Al-Qur’an diturunkan dari Baitul-‘Izzah kepada Nabi Muhammad SAW secara
berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari dengan cara sebagai
berikut :
a.
Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi SAW
tidak ada melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu (wahyu)
sudah ada dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul Qudus
mewahyukan ke dalam qalbuku.”
Firman Allah SWT :
“Dan
tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan
mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi
Maha Bijaksana.”(Q.S. Asy Syuuraa : 51).
b.
Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang
mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal
benar akan kata-kata itu.
c.
Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang
amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya
berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang
sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena
merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai
unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu
yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya
wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya
bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu,
barulah beliau kembali seperti biasa.”
d.
Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang
laki-laki seperti keadaan point b, tetapi benar-benar seperti rupanya
yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an :
Artinya
: “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya
yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (Q.S. An-Najm: 13-14)
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur
Sebagaimana
dijelaskan diatas bahwa Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari, tentunya mengandung hikmah. Adapun
hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur itu ialah :
a.
Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan
melaksanakan suruhan dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu
diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dari
riwayat ‘Aisyah ra.
b.
Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai
dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’an
diturunkan sekaligus. (Ini menurut pendapat yang mengatakan adanya
nasikh dan mansukh).
c. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
d.
Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menanyakan
mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, sebagaimana tersebut dalam
Al-Qur’an surah Al-Furqaan: 32 :
“. . . . mengapakah Al-Qur'an tidak diturunkan kepadanya sekaligus . . . . ?” Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri :
“ . . . . Demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu . . . . “
e.
Di antara ayat-ayat yang ada merupakan jawaban daripada pertanyaan atau
penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu ‘Abbas ra. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur’an
diturunkan sekaligus.
Ayat-ayat Makkiyyah dan ayat-ayat Madaniyyah
Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al-Qur’an itu dibagi atas dua golongan:
a. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah atau sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.
b. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
Ayat-ayat
Makkiyyah terdiri dari 86 surah sedang ayat-ayat Madaniyyah terdiri
atas 28 surah. Dengan demikian jumlah surah dalam Al-Qur’an adalah
sebanyak 114 surah, yang diawali dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah An-Naas.
Perbedaan ayat-ayat Makkiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah ialah :
a.
Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek, sedang ayat-ayat
Madaniyyah panjang-panjang; surah Madaniyyah ayat-ayatnya berjumlah
1.456, sedang surah Makkiyyah jumlah ayat-ayatnya 4.780 ayat. Juz 28
seluruhnya Madaniyyah kecuali surah Mumtahinah, ayat-ayatnya berjumlah
137; sedang juz 29 ialah Makkiyyah kecuali surah Ad-Dahr, ayat-ayatnya
berjumlah 431. Surah Al Anfaal dan surah Asy Syu’araa masing-masing
merupakan setengah juz tetapi yang pertama Madaniyyah dengan bilangan
ayat sebanyak 75, sedang yang kedua Makkiyyah dengan ayatnya yang
berjumlah 227.
b. Dalam surah-surah Madaniyyah terdapat perkataan “ya ayyuhalladzina aamanu” dan sedikit sekali terdapat perkataan “yaa ayyuhannaas”, sedang dalam surah-surah Makkiyyah adalah sebaliknya.
c.
Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan
dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu
yang mengandung pengajaran dan budi pekerti, sedang Madaniyyah
mengandung hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau
hukum-hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketatanegaraan,
hukum perang, hukum internasional, hukum antar agama dan lain-lain.
Nama-Nama Al-Qur’an
Allah memberi nama Kitab-Nya dengan Al-Qur’an yang berarti “bacaan”. Arti ini dapat kita lihat dalam Al-Qur'an sebagai berikut :
“Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al-Qiyamah: 17-18)
Nama ini dikuatkan oleh ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur'an sebagai berikut :
“Katakanlah:
"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain".(Q.S. Al Israa’:88)
“Kemudian
kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir
segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu
terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka
datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir
mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada
sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.” (Q.S. Al Baqarah: 85)
“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur'an yang agung.” (Q.S.Al Hijr: 87)
“Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia” (Q.S. Al Waaqi’ah: 77)
“Kalau
sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada
Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berfikir.“ (Q.S. Al Hasyr: 21)
Dari
pengertian ayat-ayat tersebut di atas jelaslah bahwa Al-Qur’an itu
dipakai sebagai nama bagi Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Selain Al-Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi Kitab-Nya, seperti :
a. Al Kitaab atau Kitaabullah : merupakan sinonim dari perkataan Al-Qur’an sebagaimana tersebut dalam surah Al Baqarah ayat 2 :
Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”
Dan surah Al An’aam 114 :
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur'an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.”
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur'an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.”
b.
Al-Furqaan : “Al-Furqaan” artinya “Pembeda” ialah yang membedakna yang
benar dan yang batil, sebagai tersebut dalam surah Al-Furqaan ayat 1 :
“Maha Agung (Allah) yang telah menurunkan Al Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam.”
c. Adz-Dzikir artinya “Peringatan”, sebagaimana yang tersebut dalam surah Al Hijr ayat 9 :
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan “Adz-Dzikir” dan sesungguhnya Kamilah penjaganya.”
Dan surah An Nahl ayat 44 :
“Keterangan-keterangan
(mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Dari ke-empat nama tersebut di atas, yang paling masyhur dan merupakan nama khas ialah “Al-Qur’an”.
Selain dari nama-nama yang empat itu ada lagi beberapa nama bagi Al-Qur’an.
Surah-Surah dalam Al-Qur’an
Jumlah
surah yang terdapat dalam Al-Qur’an ada 114, nama-namanya dan
batas-batas tiap-tiap surah, susunan ayat-ayatnya adalah menurut
ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri
(taufiq).
Sebagian
dari surah-surah Al-Qur’an mempunyai satu nama, dan sebagian yang lain
mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana yang akan diterangkan dalam
muqaddimah tiap-tiap surah.
Surah-surah yang ada dalam Al-Qur’an ditinjau dari segi panjang dan pendeknya terbagi atas 4 (empat) bagian, yaitu :
a. Asab’uththiwaal, dimaksudkan, tujuh surah yang panjang. Yaitu Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa’, Al A’raaf, Al An’aam, Al Maa-idah dan Yunus.
b. Al-Miuun, dimaksudkan surah-surah yang berisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti : Hud, Yusuf, Mu’min, dan lain-lain.
c. Al-Matsaani, dimaksudkan surah-surah yang berisi kurang sedikit dari seratus ayat, seperti : Al Anfaal, Al Hijr, dsb.
d. Al-Mufashshal, dimaksudkan surah-surah pendek, seperti : Adh-dhuha, Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar