Salamun Alaikum..Hari ini saya coba membahas perbedaan perbedaan yang ada antara WAHABI,SUNI dan SYIAH.Dari kalimat tersebut mungkin saudara telah banyak dapati timpah tindih antara satu dan lainnya.Baiklah kita mulai dari “..Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia..” [Asy
Syuura 11]
Perbandingan Aqidah Wahabi vs Sunni vs Syi’ah
Jika orang awam melihat sekedar kulitnya saja seperti Rukun Iman dan Rukun
Islam antara Sunni dan Syi’ah yang berbeda, orang awam akan berpendapat bahwa
aqidah Syi’ah beda dengan Sunni. Begitu pula amalannya. Karena beda, Syi’ah
bukan Islam. Sebaliknya Wahabi yang sama rumus Rukun Iman dan Rukun Islam
dengan Sunni dianggap sama dengan Sunni. Tak heran jika ustad Idrus Ramli
berpendapat Wahabi lebih lurus ketimbang Syi’ah.
Padahal jika kita gali lebih dalam,
ternyata Sunni dengan Syi’ah itu cuma beda kulitnya. Tapi hakikatnya sama.
Meski Rukun Iman Sunni dengan Syi’ah beda, namun hakikatnya Syi’ah meng-Imani 6
rukun Iman di Sunni seperti beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci Al
Qur’an, Rasul, Hari Kiamat, dan Takdir.
Kalau sama, kenapa beda Rukun Imannya?
Kalau kita baca banyak Hadits dan Al Qur’an, maka rumusan Iman itu macam2. Ada
yang cuma 3 rukun, ada pula yang 5 rukun di mana takdir tidak termasuk. Di Al
Qur’an juga rumusan orang yang beriman beda dari 6 rukun Iman yg biasa kita
pelajari:
“…kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (IMANNYA)..” [Al Baqarah 177]
Di Al Baqarah 285 juga disebut Rukun Iman hanya ada 5 tanpa
Iman kepada Qadla dan Qadar:
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan:
“Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali.” [Al Baqarah 285]
Pada Al Baqarah 3-4 rumusan Rukun Iman juga lain lagi:
Beriman kepada yang Ghaib, Kitab Suci, dan Akhirat.
Jadi hanya karena formulasi rukun Imannya tak menyebut
beriman kepada Qadla dan Qadar, belum tentu mereka sesat/kafir. Kecuali jika
mereka benar2 tidak beriman kepada Qadla dan Qadar.
Rukun Islam juga begitu. Meski rumus beda, kenyataannya
Syi’ah juga bersyahadah: “Asyhadu alla ilaaha illallahu wa asyhadu anna
Muhammadar Rosulullah”. Ini sudah mencukupi Syahadah Sunni meski mereka tambah
(versi mereka bid’ah hasanah) dgn Ali waliyullahu.
Sebetulnya yang sesat itu adalah jika tidak mengucapkan 2
kalimat Syahadat (Syahadat kepada Allah dan RasulNya). Tapi jika mereka
mengucapkan itu, maka tidak sesat. Adakah tambahan Syahadah ke 3 membuat mereka
jadi sesat/kafir?
Di dalam Islam, selain meminta ummat Islam bersyahadat, Nabi juga meminta ummat
Islam untuk bai’at (berjanji setia) kepada Nabi di Baiatur Ridhwan. Saat
Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali dilantik pun ummat Islam
membai’at/berjanji setia kepada mereka. Adakah itu sesat/kafir?
“Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).” (QS. Al-Maidah ayat 55)
Kaum Syi’ah juga sholat, bayar zakat, puasa, dan juga berhaji jika mampu. Jika
anda berhaji atau umrah ke Mekkah niscaya anda akan berjumpa dengan Muslim
Syi’ah dari Iran yang ikut berhaji / umrah bersama anda.
Sebaliknya Wahabi meski Rukun Iman dan Rukun Islamnya sama,
jika kita kaji ternyata beda dengan Sunni. Wahabi tidak mengenal bid’ah
hasanah. Semua bid’ah sesat, menurut Wahabi. Ini karena mereka cuma berpegang
pada hadits Kullu bid’ah dlolalah dan menolak hadits “Ni’mal bid’ah” yang
disebut Khalifah Umar bin Khoththob ra. Walhasil banyak amalan Aswaja / NU yang
dinyatakan sesat / syirik oleh Wahabi seperti Usholli, Qunut Subuh, Tahlilan,
Maulidan, Ziarah Kubur, Tawassul, dsb.
Dan yang lebih parah adalah aqidah tentang Allah. Inti dari
agama adalah Tuhan, yaitu Allah. Karena agama itu mengatur cara kita menyembah
Allah. Nah jika Tuhan yang disembah itu meski nama sama, tapi zat / sifatnya
beda, ini bisa keliru sejauh-jauhnya.
Saya coba tabayyun langsung ke website2 Syi’ah dan Wahabi.
Pada Terjemah Al Qur’an terbitan Kerajaan Arab Saudi meski mengaku dari Tim
Terjemah Depag, ada tambahan: “Pendapat yang sahih terhadap ma’na “Kursi” ialah
tempat letak telapak kaki Allah”. Artinya menurut Wahabi, Allah punya “Telapak
Kaki Allah”. Silahkan buka Terjemah Al Qur’an terbitan Kerajaan Arab Saudi
Surat Al Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi).
Apakah
ini fitnah?
Tidak.
Ini saya ambil dari website Wahabi bahwa Allah punya wajah:
“… Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari wajah
Allah.” (QS. Al-Baqarah: 272)
Dengan
berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits tentang Wajah Allah yang ditafsirkan apa
adanya, Ulama Salafi Wahabi berkesimpulan Allah punya wajah. Dengan cara yang
sama nanti mereka menetapkan Allah punya tangan, kaki, dsb:
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan: “Wajah (Allah) merupakan sifat
yang terbukti keberadaannya berdasarkan dalil Al-Kitab, As-Sunnah dan
kesepakatan ulama salaf.”
Penulis: Abu Mushlih Ari WahyudiMuroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Ini
dari website Wahabi lain yang menyatakan Allah punya kaki. Karena mereka
terjemahkan hadits apa adanya:
Di
antara sifat yang tetap bagi Allah adalah: Kaki
Dalil hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 6661 dan
Mulsim, no. 2848, dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
لَا تَزَالُ جَهَنَّمُ تَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيهَا قَدَمَهُ فَتَقُولُ قَطْ قَطْ وَعِزَّتِكَ وَيُزْوَى بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ
“(Neraka) jahanam masih saja berkata, ‘apakah ada tambahan’ hingga akhirnya
Tuhan Pemiliki Kemuliaan meletakkan kaki-Nya. Kemudian dia berkata, cukup,
cukup, demi kemuliaan-Mu, lalu. Lalu neraka satu sama lain saling terlipat.”
Dan
ini tulisan dari Website Wahabi bahwa Allah punya 2 tangan dan tangannya kanan
semua:
Kesimpulan Allah mempunyai kedua tangan dan kedua tangan Allah adalah kanan.
Menurut Sunni, Allah itu Esa. ZatNya pun Satu.
Tidak terbagi-bagi jadi anggota tubuh seperti wajah, tangan, dan kaki:
“Katakanlah:
“Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” [Al Ikhlas 1]
Sebaliknya
seorang Salafi Wahabi dengan bangga menunjukkan kesesatan Syi’ah yang
menyatakan bahwa Allah tidak bertempat dan tidak berarah. Katanya pernyataan
tsb dari kitab Al Kafi. Kalau begitu, Allah ada di mana-mana dong?
Padahal
itulah yang benar. Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) yang asli juga
Allah tidak bertempat dan tidak berarah. Keliru jika mengatakan Allah “ADA DI”,
meski itu “Ada di mana-mana”. Allah tidak memerlukan tempat atau pun waktu.
Justru Allah yang menciptakan ruang dan waktu. Jika kita menyatakan Allah ada
di satu ruang, berarti batallah sifat Allahu Akbar. Allah Maha Besar. Karena
Allah ternyata dilingkupi oleh tempat / makhluk ciptaannya. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka sifatkan.
Pendapat
Ulama’ Salaf : ” Allah Wujud Tanpa Bertempat ”
Imam Ahlussunnah; Imam Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H), dalam Kitab
at-Tauhid; Allah Ada Tanpa Tempat dan Tanpa Arah
Beliau dalam karyanya, Kitab at-Tauhid menuliskan:
“إن الله سبحانه كان ولا مكان، وجائز ارتفاع الأمكنة وبقاؤه على ما كان، فهو على ما كان، وكان على ما عليه الان، جل عن التغير والزوال والاستحالة”
“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tempat adalah makhluk
memiliki permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki penghabisan.
Namun Allah ada tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, Dia ada sebelum ada
tempat, dan Dia sekarang setelah menciptakan tempat Dia sebagaimana sifat-Nya
yang Azali; ada tanpa tempat. Dia maha suci (artinya mustahil) dari adanya
perubahan, habis, atau berpindah dari satu keadaan kepada keadaan lain” (Kitab
at-Tauhid, hal. 69)
“Yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka
tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang
Dia.” [Al Furqaan 59].
Jangan
artikan ‘Arsy dengan langit. Dan jangan pula memikirkan Allah menempel di atas
‘Arsy. Maha suci Allah dari itu. Oleh sebab itu di kalimat berikutnya Allah
menyatakan cuma Nabi Muhammad yang lebih tahu soal itu. Kita jangan coba
menakwilkannya.
Sebelum
Allah menciptakan Langit dan Bumi, Allah sudah ada. Tidak ada di atas langit.
Setelah Allah menciptakan Langit dan Bumi, zat dan keadaan Allah tidak berubah
mengikuti makhlukNya. Allah tidak nangkring di atas langit. Saat langit dan
bumi dihancurkan oleh Allah, apa Allah masih di atas langit? Zat dan Keadaan
Allah tidak berubah sebelum langit diciptakan, saat langit ada, atau pun
sesudah langit dihancurkan. Allah tidak berubah karena makhlukNya.
Tidak
seperti itu. Itu adalah pemahaman yang dangkal terhadap hadits. Tidak sesuai
dengan pemahaman para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Bahkan para
sahabat dan ulama salaf tidak mendiskusikan hal itu. Sekarang masalah Allah di
atas langit ini dijadikan oleh kaum akhir zaman sebagai sesuatu yang amat
penting. Padahal para sahabat tidak mendiskusikan itu. Begitu kata Habib Umar
bin Hafidz.
Maha
Suci Allah dari memerlukan tempat. Justru Allah yang menciptakan dan menguasai
ruang dan waktu:
“…Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Ali ‘Imran 97]
”
Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” juga
disebut dalam surat Al ‘Ankabuut ayat 6.
Yang
bertempat itu cuma makhluk. Bukan Allah. Allah tidak butuh tempat sebagaimana
makhlukNya:
“Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya..” [Huud 11]
Jika
Wahabi menyatakan Allah di atas langit dan yang tidak percaya itu kafir, apakah
Wahabi akan mengatakan kafir terhadap orang yang mengatakan Allah itu dekat?
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat…” [Al Baqarah 186]
“..Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat.” [Saba’ 50]
“..dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [Qaaf 16]
Kemudian
Salafi Wahabi juga menuliskan Allah dari langit naik-turun ke bumi. Seolah-oleh
Allah itu lebih kecil dari Langit. Lebih kecil dari alam semesta. Padahal Maha
Suci Allah. Allah Maha Besar. Allah jauh lebih besar daripada Langit dan Bumi.
Jika kita gambarkan keyakinan Wahabi jadi seperti ini:
Dari
Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ رواه البخاري( كتاب التوحيد/6940) ومسلم ( صلاة المسافرين/1262) .
“Tuhan kita Tabaaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia saat
sepertiga malam terakhir. Lalu dia berkata, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku,
niscaya akan Aku kabulkan. Siapa yang memohon kepadaku, niscaya akan Aku
berikan. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya akan aku ampuni.” (HR.
Bukhari, Kitab Tauhid, no. 6940, Muslim, Shalatul Musafirin, no. 1262)
‘النزول’ (turun) menurut Ahlussunnah
artinya adalah, bahwa Allah Ta’ala turun dengan dzat-Nya ke langit dunia secara
hakiki namun sesuai dengan kebesaran-Nya, dan tidak ada yang mengetahui caranya
selain Dia.
Menurut
Sunni, Allah itu tidak bisa kita bayangkan. Esa ZatNya. Namun menurut Wahabi
yang mengartikan Al Qur’an dan Hadits dengan terjemah ala kadarnya, tidak pakai
Majaz / Kiasan, Allah itu punya wajah, 2 tangan yang kanan semua, betis, dan
kaki.
Jika
Allah ada DI atas langit, kemudian naik turun ke bumi, jadinya Allah itu bukan
lagi Maha Besar. Bukan Allahu Akbar. Itu menurut paham Wahabi. Na’udzu billah
min dzalik.
Maha
Besarnya Allah bisa kita saksikan pada Ayat Kursi:
“…Kursi Allah meliputi langit dan bumi…” [Al Baqarah 255]
Bayangkan,
Kursi Allah saja meliputi Langit dan Bumi. Artinya lebih besar dari langit dan
bumi. Padahal kursi ini dibanding ‘Arsy seperti titik dengan jagad raya. Dan
Allah jauh lebih besar dari ‘Arsy. Jangan sekali-kali membayangkan Allah duduk
atau bertempat di atas makhlukNya. Allahu Akbar. Allahu Maha Besar!
Ulama
Sunni menafsirkan bukan Allah secara fisik turun ke Bumi kemudian naik lagi,
tapi Rahmat Allah turun ke bumi. Kalau Allah turun-naik ke bumi dari langit,
kesannya kan Allah lebih kecil dari alam semesta.
“Dialah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Al Hasyr 24]
Menurut
Aswaja Allah itu Esa Zatnya. Tidak terbagi2 jadi anggota tubuh. Menurut Wahabi
yang berpaham Mujassimah karena menafsirkan Al Qur’an dan Hadits secara kaku,
Allah punya wajah, 2 tangan yang semuanya kanan dan berjari, punya betis, kaki,
telapak kaki, dsb. Jika tak percaya, coba tanya syekh antum atau cari di
website2 Wahabi.
Ini
mirip kepercayaan Kristen. Contoh di sini menurut Kristen Allah punya telapak
tangan:
ALLAH MEMPERLIHATKAN “TELAPAK TANGAN KANAN-NYA” KETIKA MENJAWAB PERTANYAAN
TERAKHIR BAPA SUCI PAUS YOHANES PAULUS II
Kalau
meyakini Allah punya wajah, tangan, kaki, dsb lama2 Tuhannya bisa seperti ini….
Atau saat Dajjal datang mengaku sbg Tuhan, dia akan percaya karena meyakini
Allah punya jasad. Aqidah Wahabi seperti ini disebut oleh Ulama sebagai
Mujassimah yang sesat. Menganggap Allah punya jasad sebagaimana makhluk yaitu
wajah, tangan, kaki, dsb. Jika aqidahnya sesat, kok bisa2nya ngaku sebagai
penjaga aqidah?
Jadi
meski nama sama, yaitu: Allah, ternyata sifat2 Allah Wahabi beda dengan Allah
Sunni dan Allah Syi’ah.
Ibaratnya
ada Ulama bernama Hasan. Kita ingin berguru dengan Hasan yang sifat2nya adalah
Ulama, berakhlak baik, rendah hati, dsb. Nah jika ada orang yang berguru dengan
orang yang namanya sama, yaitu: Hasan, tapi sifatnya beda seperti: bodoh, tidak
lulus SD, tidak berakhlaq, sombong, dsb. Samakah orang yang berguru dengan
Hasan yang Ulama dengan Hasan yang Bodoh? Beda bukan?
Kesimpulan dari saya http://musafirbatin.blogspot.com/ semua perbedaan adalah rahmat,permasalahan yang timbul adalah karena memang tak mengenal ALLAH sebenar benar KENAL.Tak mengerti arti hidup sebenarnya DARIMANA,DIMANA DAN MAU KEMANA....Jika 3 Konsep ini di ketahui Insya Allah tak ada tuding menuding saling menyalahkan satu sama lain.Merosotnya Islam karena satu sama lain ingin membenarkan satu golongan saja dan yang lainnya salah,menurut saya jika masing-masing ingin memperbesar golongan maka yang di dapat hanyalah salah benarnya saja,tapi jika masing masing bersatu ingin membesarkan islam Insya Allah dan yakin bahwa ALLAH akan mempersatukannya.ISLAM itu tidak beda,yang beda MINDSET atau pola pikir personalnya.