Cari Blog Ini

NABI ISA MASIH HIDUP

Terkait dengan fenomena adanya nabi yang masih hidup, manusia terbagi menjadi 3 golongan:
Pertama, kelompok sufi dan mereka yang hendak mendalami ilmu tasawuf.
Mereka punya prinsip bahwa ada “wahyu” yang mungkin diperoleh oleh orang yang telah berada di tingkatan kasyaf, baik diberikan oleh Allah atau oleh orang shaleh masa silam. Untuk mendukung keyakinan ini, mereka membuat tahayul tentang beberapa nabi yang dianggap masih hidup. Diantaranya Nabi Khidr, Nabi Idris, Nabi Ilyas, dan beberapa nabi lainnya. Para nabi inilah yang menjadi salah satu sumber wahyu bagi tokoh sufi yang telah mencapai kasyaf.
Kedua, komplotan liberal, dan yang sepaham dengannya.
Mengingat logika dan akal adalah standar utama, mereka mengingkari 100% ada nabi yang masih hidup. Mereka mengingkari Nabi Isa masih hidup. Di antara kelompok yang memiliki pemahaman ini adalah Ahmadiyah.
Dua golongan di atas tidak perlu di-‘gagas’, karena jelas tidak memiliki dasar dan bertentangan dengan prinsip syariah.
Untuk pembahasan apakah Nabi Khidr masih hidup, telah dikupas di:
Ketiga, golongan ahlus sunah wal jamaah
Itulah golongan pertengahan, tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri. Mereka berkeyakinan sebagaimana yang Allah ajarkan. Mengimani apa yang Allah beritakan, baik melalui Alquran maupun hadis, tanpa ditambah-tambahi dan tidak dikurangi. Mereka tidak berbicara terhadap masalah ghaib, kecuali berdasarkan keterangan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apakah Nabi Isa Masih Hidup?
Berikut keterangan Lajnah Daimah ketika ditanya: ‘Apakah Nabi Isa masih hidup ataukah sudah meninggal? Apa dalil dari Alquran dan hadis? Jika masih hidup, sekarang beliau dimana? Dan apa dalilnya?’
Jawaban Lajnah Daimah:
Nabi Isa bin Maryam masih hidup dan belum mati sampai hari ini. Orang Yahudi tidak membunuh beliau dan tidak menyalib beliau. Namun Allah serupakan seseorang dengan beliau, dan dialah yang disalib. Dan Allah mengangkat Isa ke langit dengan badan dan ruhnya. Beliau sampai hari ini berada di langit. Dalilnya adalah firman Allah tentang makar orang yahudi dan bantahan terhadap anggap mereka:
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا .
Karena ucapan mereka (orang Yahudi): “Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.” (QS. An-Nisa: 157)
بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 158).
Allah mengingkari anggapan orang Yahudi, bahwa mereka telah membunuh Nabi Isa dan menyalibnya. Allah kabarkan, bahwa Isa telah Dia angkat ke langit, sebagai rahmat yang Allah berikan kepada beliau dan memuliakan beliau, sekaligus mukjizat yang Allah berikan kepada rasul-Nya yang dia kehendaki.
Konsekuensi makna dari firman Allah, “… Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya…” bahwa yang Allah angkat adalah jasad dan ruhnya, sehingga layak sebagai bantahan untuk anggapan orang Yahudi bahwa mereka telah membunuhnya. Karena membunuh dan mensalib yang pokok hanya terjadi pada badan. Sementara pengkatan ruh semata, tidak bertentangan dengan anggapan yahudi yang membunuh dan mensalib nabi Isa. Sehingga, jika dipahami, Allah hanya mengangkat ruh nabi Isa maka itu tidak bisa dijadikan bantahan untuk anggapan orang Yahudi.” (Fatawa Lajnah, 3:305-306).
Dalam tafsirnya, Imam Ibnu Athiyah mengatakan,
أجمعت الأمة على ما تضمنه الحديث المتواتر من أن عيسى في السماء حي، وأنه سينزل في آخر الزمان فيقتل الخنزير ويكسر الصليب ويقتل الدجال ويفيض العدل وتظهر به الملة ملة محمد صلى الله عليه وسلم ويحج البيت ويبقى في الأرض أربعا وعشرين سنة وقيل أربعين سنة
“Umat Islam sepakat terhadap makna yang disebutkan dalam banyak hadis yang mutawatir, bahwa nabi Isa berada di langit, masih hidup. Dia akan turun di akhir zaman, membunuh babi, mematahkan salib, membunuh Dajjal, memenuhi bumi dengan keadilan, dan agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi menang. Beliau juga berhaji ke ka’bah, dan tinggal di muka bumi selama 24 tahun. Ada yang mengatakan selama 40 tahun.” (al-Muharar al-Wajiz, 1:429).
Kapan Nabi Isa Meninggal?
Bukankah semua yang bernyawa akan mati? Lalu kapan Nabi Isa akan diwafatkan?
Benar, semua makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Sebagaimana yang Allah tegaskan,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Semua jiwa pasti akan merasakan kematian. Kalian akan dipenuhi ganjarannya hanya pada hari kiamat.” (QS. Ali Imran: 185).
Nabi Isa ‘alaihis salam tidak dikecualikan dari ayat ini. Beliau juga akan meninggal sebagaimana umumnya manusia. Hanya saja tidak sekarang, tapi di akhir zaman, setelah Allah turunkan kembali beliau, dengan membawa misi membunuh Dajjal, orang kafir, dan memenuhi bumi dengan keadilan bersama kaum muslimin. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menceritakan tugas Isa di akhir zaman. Beliau menyatakan,
فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، ثُمَّ يُتَوَفَّى فَيُصَلِّي عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ
Beliau tinggal di bumi selama 40 tahun, kemudian Allah wafatkan, dan dishalati kaum muslimin.” (HR. Abu Daud 4324, Ibnu Hiban 6821).
Allahu a’lam

ADA 10 SAHABAT DI JAMIN MASUK SYORGA


Ada sepuluh orang dari sahabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang dijamin pasti masuk ke dalam surga. Nama-nama mereka tersebut di dalam hadits yang shahih berikut ini:
عن عبد الرحمن بن عوف قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أبو بكر في الجنة وعمر في الجنة وعثمان في الجنة وعلي في الجنة وطلحة في الجنة والزبير في الجنة وعبد الرحمن بن عوف في الجنة وسعد في الجنة وسعيد في الجنة وأبو عبيدة بن الجراح في الجنة

“Dari Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata: Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda: Abu Bakr di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’d di surga, Sa’id di surga, dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah di surga.” [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]

Berikut ini perincian nama-nama mereka yang tersebut di dalam hadits:

1. Abu Bakr, yaitu Abdullah bin Utsman At Taimi, digelari dengan Ash Shiddiq Al Akbar. Wafat pada bulan Jumadil Awal tahun 13 H pada umur 63 tahun.

2. Umar, yaitu ibnul Khaththab Al ‘Adawi, Abu Hafsh, digelari dengan Al Faruq. Syahid pada bulan Dzulhijjah tahun 23 H.

3. Utsman, yaitu bin Affan Al Umawi, Abu Abdillah, digelari dengan Dzunnurain. Syahid pada bulan Dzulhijjah setelah Idul Adha tahun 35 H dalam umur sekitar 80 tahun.

4. Ali, yaitu bin Abi Thalib Al Hasyimi, Abul Hasan, digelari dengan Abu Turob. Anak paman Nabi
صلى الله عليه وسلم dan suami dari anak perempuannya, yaitu Fatimah radhiallahu ‘anha. Syahid pada bulan Ramadhan tahun 40 H pada umur 63 tahun.

5. Thalhah, yaitu bin Ubaidillah At Taimi, Abu Muhammad. Digelari dengan Thalhah Al Fayyadh. Syahid pada perang Jamal tahun 36 H dalam umur 63 tahun.

6. Az Zubair, yaitu ibnul ‘Awwam Al Asadi, Abu Abdillah. Syahid pada tahun 36 H setelah pulang dari perang Jamal.

7. Sa’d, yaitu bin Abi Waqqash Az Zuhri, Abu Ishaq. Orang yang paling pertama memanah dalam perang jihad fi sabilillah. Wafat di ‘Aqiq pada tahun 55 H. Beliau adalah yang paling terakhir meninggal di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga.

8. Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Muhammad Az Zuhri. Termasuk sahabat yang paling dahulu masuk Islam. Wafat pada tahun 32 H.

9. Sa’id, yaitu bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail Al ‘Adawi, Abul A’war. Wafat pada sekitar tahun 50 H.

10. Abu Ubaidah ibnul Jarrah, yaitu Amir bin Abdillah Al Fihri. Digelari dengan Aminu Hadzihil Ummah (Orang yang sangat terpercaya di umat ini). Termasuk dari anggota pasukan Perang Badr. Wafat syahid disebabkan oleh wabah menular Amwas pada tahun 18 H dalam umur 58 tahun.

BUKTI ALLAH ITU WUJUD

Jika ada yang bertanya kepada kita: “Apa buktinya Allah itu ada?” Maka pertanyaan ini bisa dijawab dengan beberapa cara. Ada empat cara yang bisa digunakan untuk membuktikan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala itu benar-benar ada walaupun Dia tidak terlihat oleh kita di dunia ini. Keempat cara itu adalah dengan melakukan pembuktian dengan fitrah, akal, syariat, dan indera.

1. Pembuktian dengan fitrah bahwa Allah itu ada.

Sesungguhnya manusia itu ketika dilahirkan telah memiliki fitrah untuk beriman kepada Allah tanpa perlu diajarkan terlebih dahulu oleh siapapun. Fitrah sucinya ini baru berubah ketika dia sudah mulai besar dan diajari oleh lingkungannya terdekatnya. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidaklah setiap anak yang dilahirkan melainkan dia berada dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai pengikut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” [HR Al Bukhari (1358) dan Muslim (2658)]

2. Pembuktian dengan akal bahwa Allah itu ada.

Pembuktian bahwa Allah itu ada dengan cara ini bisa dilihat dari dua sisi.

Sisi yang pertama: makhluk itu tidak akan bisa menciptakan dirinya sendiri karena makhluk itu tidaklah ada sebelum dia diciptakan. Kalau demikian keadaannya maka mana mungkin dia bisa menjadi pencipta. Kalau makhluk bukan pencipta, maka tentu ada sesuatu sesuatu selain makhluk yang menciptakan dia, yaitu Allah Sang Pencipta (Al Khaliq).

Sisi yang kedua: makhluk itu tidak akan mungkin terbentuk dengan sendirinya secara tiba-tiba tanpa ada asal-usul dan sebab-musabab, karena segala sesuatu yang baru itu mestilah ada yang menciptakannya pertama kali. Kalau sudah jelas bahwa makhluk itu tidak mungkin tercipta dengan sendirinya secara tiba-tiba, maka pastilah ada yang menciptakannya dan mengaturnya, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala.

Hal ini telah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala secara jelas di dalam Al Qur`an:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun (Pencipta) ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” [QS Ath Thur: 35]

Contoh yang paling sederhana untuk memperjelas masalah ini adalah jika ada seseorang yang menceritakan kepada kita bahwa ada sebuah istana megah yang dikelilingi oleh taman yang indah, memiliki karpet-karpet tebal dan tiang-tiang yang kokoh, dan dihiasi dengan berbagai hiasan dan dekorasi, lalu orang itu mengatakan bahwa istana itu terjadi dengan sendirinya atau tercipta dengan tiba-tiba tanpa ada yang satu orangpun yang membuatnya. Tentunya kita akan segera menertawakan orang itu dan mendustakannya karena hal ini tidaklah mungkin terjadi. Istana dengan segala kemegahan, keindahan, dan perlengkapannya itu pastilah ada orang yang membuatnya. Maka terlebih lagi dengan alam semesta ini, langitnya, buminya, isinya, dan keteraturan sistem kehidupan yang ada di dalamnya tidaklah mungkin tercipta sendiri begitu saja. Ia pastilah ada yang menciptakan dan mengaturnya, yaitu Allah ‘azza wa jalla.

3. Pembuktian dengan syariat bahwa Allah itu ada.

Buktinya sangatlah jelas karena seluruh kitab suci langit (Al Qur`an, Injil, Taurat, Zabur, dsb) dengan jelas dan terang menyebutkan keberadaan Allah ta’ala. Selain itu, hukum-hukum syariat yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan makhluk menunjukkan bahwasanya ia dibuat oleh Allah Al Hakim (Yang Maha Bijaksana) yang Maha Mengetahui akan kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Selain itu juga, kabar-kabar dan berita-berita tentang keadaan alam semesta ini menunjukkan bahwa semua itu ada yang menciptakan dan mengaturnya, yaitu Allah Al Qadir.

4. Pembuktian dengan indera bahwa Allah itu ada.

Pembuktian bahwa Allah itu ada dengan cara ini bisa dilihat dari dua sisi.

Sisi yang pertama: Kita bisa melihat dan merasakan bahwa doa orang-orang yang mengalami kesulitan dan kesusahan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Pengabulan doa dan permintaan manusia oleh Allah ta’ala masih bisa dan sering kita lihat hingga hari ini. Ini sangat jelas menunjukkan atas keberadaan Allah ta’ala.

Allah mengabulkan doa Nabi Nuh ‘alaihish shalatu was salam:
وَنُوحًا إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ (76) وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا

“dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, lalu Kami memperkenankan doanya. Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar. Kami tolong dia dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat kami.” [QS Al Anbiya`: 76-77]

Allah mengabulkan doa Nabi Muhammad
صلى الله عليه وسلم :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ

"Ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabb kalian, lalu Dia menjawab permohonan kalian: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kalian dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” [QS Al Anfal: 9]

Banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits nabawi yang menceritakan tentang doa-doa para hamba yang dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Sisi yang kedua: Mukjizat-mukjizat yang dimiliki oleh para Nabi Allah dan bisa disaksikan oleh umat-umat mereka, menunjukkan dengan jelas atas adanya Zat yang mengirimkan mukjizat-mukjizat tersebut kepada mereka, yaitu Allah ta’ala. Mukjizat ini adalah suatu kejadian luar biasa pada para Nabi Allah yang tidak mungkin diusahakan dan diciptakan oleh siapapun kecuali Allah saja.

Beberapa contoh mukjizat adalah seperti yang dimiliki oleh Nabi Musa
صلى الله عليه وسلم yang mampu untuk membelah lautan dengan tongkatnya. Allah berfirman:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” [QS Asy Syu’ara`: 63]

Contoh lainnya adalah mukjizat Nabi Isa
صلى الله عليه وسلم :
وَرَسُولًا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْيِ الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ

“dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Rabb kalian, yaitu aku membuat untuk kalian dari tanah berbentuk burung, kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepada kalian apa yang kalian makan dan apa yang kalian simpan di rumah kalian.” [QS Ali Imran: 49]

Demikianlah pembahasan tentang pembuktian bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu benar-benar ada. Dia memang tidak dapat di dunia namun dapat dilihat di akhirat oleh orang-orang yang beriman (lihat pembahasannya di sini). Semoga pembahasan ini dapat menambah keyakinan dan kekuatan iman kita kepada Allah ‘azza wa jalla.
والحمد لله رب العالمين

Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Syarhul Ushulits Tsalatsah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah

MAHABBAH RABIATUL ADAWIYAH

mahabbatullah dalam dunia tasawuf dipopularkan oleh seorang wanita suci yang menjadi kekasih Allah (Waliyyullah), Rabiah al-Adawiyah atau Rabiatul Adawiyah. Tampilnya Rabiah dalam sejarah tasawuf Islam, memberikan cinta tersendiri dalam menyetarakan gender pada dataran spiritual Islam.
Bahkan dengan kemampuannya dalam menempuh perjuangan 'melawan diri sendiri' dan seterusnya tenggelam dalam 'telaga cinta Ilahi', dinilai oleh kalangan sufi telah melampau 100 darjat orang soleh daripada kalangan lelaki.
Rabiah al-Adawiyyah termasyhur kerana pengalaman spiritualnya, iaitu mahabah atau penyerahan diri total kepada Allah SWT. Pengalaman ini diperoleh bukan melalui guru tetapi daripada dirinya sendiri.
Jika sebelumnya ahli hadis dan fikh, Hasan al-Basri telah merintis kehidupan zuhud berdasarkan rasa takut dan harapan, maka Rabiah melengkapinya dengan cinta kepada Tuhan. Cintanya kepada Allah SWT telah memenuhi seluruh jiwa raganya. Tidak menyisakan tempat di hatinya untuk mencintai sesuatu selain Allah.
Bagi Rabiatul Adawiyah, dorongan mahabah berasal daripada dirinya sendiri dan juga kerana hak Allah SWT untuk dipuja dan dicintai. Puncak pertemuan mahabah antara hamba dan cinta kasih Allah SWT yang menjadi akhir keinginan Rabiah.
Rabiah yang berparas cantik, memiliki suara merdu dan pandai menari ini ditugaskan oleh tuannya sebagai penghibur. Setelah belasan tahun menjadi penghibur, suatu hari ketika menyanyi, Rabiah merasakan kedekatannya dengan Allah SWT yang seolah-olah memanggilnya.
Sejak itu, dia menolak semua perintah tuannya untuk menyanyi dan menari sehingga tuannya marah. Bahkan menyeksanya. Namun, Rabiah tetap berdoa kepada Allah.
Maka Rabiah telah dijual kepada seorang sufi yang kemudian mengajaknya bernikah. Rabiah menolaknya kerana cintanya hanya kepada Allah SWT. Setelah dibebaskan, Rabiah memutuskan untuk hidup menyendiri.
Cinta Rabiah kepada Allah SWT merupakan cinta suci, murni, dan sempurna seperti disenandungkan dalam syair ini: Aku mencintaimu dengan dua cinta; cinta kerana diriku, dan cinta kerana diri-Mu. Cinta kerana diriku adalah keadaanku yang sentiasa mengingat-Mu yang mengungkapkan tabir, sehingga Engkau kulihat. Baik untuk ini, mahupun untuk itu, pujianku bukanlah bagiku; bagi-Mulah pujian untuk semuanya. Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi, berilah keampunan pembuat dosa yang datang ke hadrat-Mu. Engkaulah harapanku, kebahagiaanku, dan kesenanganku, hatiku enggan mencintai selain Engkau.
Rabiah mencurahkan seluruh hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kerana itu, dia memilih hidup zuhud agar bebas daripada segala rintangan dalam perjalanan menuju Tuhan. Dalam pandangannya, kenikmatan duniawi adalah hambatan menuju Tuhan.
Dia pernah memanjatkan doa: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu daripada segala perkara yang menyibukkanku sehingga aku tidak sempat menyembah-Mu dan daripada segala rintangan yang merenggangkan hubunganku dengan-Mu."
Perkahwinan baginya adalah rintangan. Dia menerima banyak lamaran untuk bernikah tetapi menolak kesemuanya. Mengenai cinta kepada Nabi Muhammad SAW, dia berkata: "Aku cinta kepada Nabi SAW tetapi cintaku kepada Khalik (Maha Pencipta) memalingkan perhatianku daripada cinta kepada makhluk (segala ciptaan)."
Rabiah sang pencinta agung itu, mencintai Tuhan bukan kerana naluri kewanitaannya. Dia mencintai Tuhan dengan sepenuh jiwanya. Dia mencintai zat-Nya, sifat-sifat-Nya. Ia bertafakur, berzikir, juga suntuk memaknai segala sesuatu tentang Kekuasaan dan Kebesaran-Nya sehingga tidak ada ruang sedikit pun dalam dirinya untuk berfikir selain Dia.
Rabiah merelakan dirinya menjadi 'gadis abadi'. Dia tidak ingin bernikah bukan lantaran tidak ada yang meminangnya, dia memilih 'kegadisan abadi' kerana tidak tertarik dengan kenikmatan hidup duniawi.
Ketika Rabiah ditanya: "Kenapa engkau tidak bernikah, wahai Rabi'ah?" Dia menjawab: "Tidak ada tempat di hatiku kecuali untuk Kekasih Sejati."
Rabiah menyembah Tuhan dengan penuh cinta dan kerinduan, yang sulit untuk dijabarkan melalui pena, diungkapkan melalui pemahaman.
Dalam pandangan Rabiah, cinta pada galibnya adalah kehidupan spiritual, cinta berasal daripada Allah dan untuk Allah.
Terilham rasa kasih yang dalam akan nasib kaumnya, Rabiah cuba meluruskan pandangan 'ubudiyyah mereka dengan bait syair:
"Mereka menyembah-Mu hanya kerana takut akan neraka-Mu
Kemenangan dan keselamatan bagi mereka
Adalah apabila terbebas daripada (niat seperti) itu.
Bagiku, masalahnya bukanlah pada syurga atau neraka-Mu
Aku tidak rela (Kau) Tuhanku diganti sembahan yang lain."
Apa yang ingin ditegaskan Rabiah di sini adalah (bahawa) perilaku cintanya kepada Allah adalah tulus, jujur dan murni, demi dan untuk-Nya semata-mata tanpa kepentingan apa pun kecuali mengharap reda-Nya.
Rabiah tidak ingin seperti yang lain, yang meniatkan sembahannya untuk tujuan dan keinginan tertentu, terlebih menghindarkan diri daripada sesuatu.
Cinta Rabiah adalah cinta kepada zat-Nya, dan kerinduannya adalah rindu pada sifat-sifat-Nya.
Dalam hal ini Rabiah telah jauh keluar orbit, menembus dimensi ruang dan waktu, dari epos sembahan kaumnya. Dia telah memfokuskan kepada satu titik Ilah (sembahan yang satu) yang patut dicintai.
Apa yang ia sosialisasikan dengan ritual ibadah murni adalah sebuah perilaku cinta dengan penyerahan dan kepasrahan yang tulus, jauh daripada rasa takut.
Allah berfirman yang bermaksud: …Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang solih, dan janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (al-Kahfi: 110)
Makna sufistik ayat di atas bagi Rabiah adalah, (bahawa) hendaknya seseorang jangan menyekutukan Allah dalam ibadahnya dengan berharap syurga-Nya atau agar terselamat dari neraka-Nya.
Seorang penulis riwayat hidup Rabiah yang berasal dari Parsi mengisahkan kematiannya sebagai berikut: "Pada masa menjelang akhir hayatnya, banyak sekali orang alim duduk mengelilinginya. Rabiah meminta kepada mereka, "Bangkit dan keluarlah, berikan jalan kepada pesuruh-pesuruh Allah Yang Maha Agung!"
Maka semua orang bangkit dan keluar dan pada saat mereka menutup pintu, mereka mendengar suara Rabiah mengucapkan kalimat syahadat dan mereka mendengar sebuah suara, "… Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu, berpuas-puaslah dengan-Nya. Maka masuklah bersama golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam Syurga-Ku." (al-Fajr: 27-30)
Sesudah itu, tidak terdengar lagi suara apa pun. Pada ketika orang itu masuk kembali ke bilik itu, Rabiah sudah meninggalkan dunia fana. Sesudah Rabiah menghembuskan nafas terakhir, segera para doktor yang berdiri di hadapannya meminta agar jasad wanita sufi ini segera dimandikan. Setelah jenazah wanita sufi itu dimandi dan dikafankan, mereka bersama-sama melaksanakan solat jenazah dan mengkebumikan jasad itu di tempat yang dia akan berada di sana selama-lamanya.

 
Diberdayakan oleh Blogger.