Cari Blog Ini

Nabi Nuh Tidak Bersabar Karena Meminta Adzab Untuk Kaumnya?

Sebagian orang ada yang menuduh Rasulullah Nuh ‘alaihissalam bukanlah seorang Rasul yang sabar menghadapi kaumnya, padahal Allah sendiri menggelarinya ulul azmi di antara para rasul. Alasan orang-orang yang menuduh Nabi Nuh tidak sabar karena Nabi Nuh memintakan adzab kepada Allah untuk kaumnya.
Mari pahami alur kisahnya, mengapa Nabi Nuh mengucapkan demikian, sehingga kita tidak berburuk sangka kepada utusan Allah yang mulia.
Kaum Nuh adalah kaum yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak hanya melakukan kekufuran, mereka juga senantiasa menantang Nabi Nuh untuk mendatangkan adzab sebagai bukti kebenaran dakwahnya itu. Mereka mengatakan,
يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Hud: 32)
Namun Nabi Nuh tetap bersabar dan tidak membalas perkataan mereka dengan meng-iya-kannya atau meanggapinya dengan ancaman, beliau hanya mengatakan bahwa keputusan adzab bukanlah kehendaknya, melainkan hanya kehendak Allah semata.
قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ
Nuh menjawab, “Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri”. (QS. Hud: 33)
Nabi Nuh yang telah berdakwah selama 950 tahun, tidak hanya di siang hari namun juga di malam hari beliau tidak berhenti menyeru kaumnya. Selama masa yang panjang itu pula beliau bersabar atas gangguan fisik maupun psikis yang ia terima.
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا
Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, namun seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). (QS. Nuh: 6-7)
Tidak hanya menolak seruan Nabi Nuh, mereka pun mengejeknya dengan menutupi telinga-telinga mereka.
وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا
“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (QS. Nuh: 8)
Allah Ta’ala pun menanggapi kaum Nuh yang sangat melampaui batas ini dengan berfirman, mengabarkan kepada Rasulullah Nuh ‘alaihi ash-shalatu wa as-salambahwa tidak ada lagi kaumnya yang akan beriman kepadanya.
وَأُوحِيَ إِلَىٰ نُوحٍ أَنَّهُ لَنْ يُؤْمِنَ مِنْ قَوْمِكَ إِلَّا مَنْ قَدْ آمَنَ فَلَا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Hud: 36)
Artinya, tidak akan ada lagi yang akan beriman kepada seruanmu setelah 9 orang yang telah mengikutimu.
Mendengar firman Allah ini, Nuh sadar Allah akan segera menurunkan adzab-Nya kepada kaumnya.
وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
“(Jika demikian) Rabb-ku, maka jangan engkau sisakan seorang pun orang kafir di atas bumi ini. Jika Engkau membiarkan mereka, pastilah mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu (yang lain), dan mereka pun akan melahirkan keturunan yang senantiasa berbuat dosa dan kekufuran.” (QS. Nuh: 26-27)
Demikianlah syariat terdahulu, ketika sebuah kaum melakukan dosa dan melampaui batas, maka Allah akan menurunkan adzab-Nya langsung di dunia dengan membinasakan mereka. Lihatlah kaum ‘Add umat Nabi Hud, ketika mereka ingkar dan terus-menerus menyomobongkan diri, Allah binasakan mereka dengan angin topan. Umat Nabi Luth, Allah buat mereka binasa dengan menghujani batu api dari langit kemudian membalikkan bumi yang mereka pijak.  Bangsa Madyan, umat Nabi Syuaib Allah hancurkan mereka dengan suara guntur yang menggelgar sehingga mereka tewas seketika seolah-olah tidak pernah ada orang yang tinggal di daerah itu sebelumnya. Firaun, Qarun, dll. Allah segerakan adzab mereka di dunia dan nanti adzab yang lebih besar di akhirat.
Berbeda dengan umat Nabi Muhammad yang Allah utamakan atas umat lainnya, Allah tunda adzab-Nya di akhirat kelak, dan memperpanjang masa bagi umat Muhammad agar berpikir dan bertaubat. Semua itu Allah lakukan dengan hikmah dan ilmu-Nya, dan hendaknya kita bersyukur atas hal ini.
Dan akhirnya adzab yang mereka nanti-nantikan itu datang, langit menurunkan air yang sangat deras dan bumi pun mengeluarkan air yang melimpah. Bumi pun menjadi lautan yang sangat besar, yang ombaknya saja setinggi gunung.
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.” (QS. Hud: 42)
Demikianlah Allah menetapkan takdir untuk kaum Nabi Nuh.

Keistimewaan Ali bin Abi Thalib

Imam Ali bin Abi Thalib adalah khalifah rasyid yang keempat. Keutamaan dan keistimewaannya adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi kecuali oleh orang-orang Khawarij (Ibnu Muljam dan komplotannya) yang lancang memerangi bahkan menumpahkan darahnya.
Berbeda dengan tiga khalifah sebelumnya, dimana sebagian orang terjebak dalam kesalahan dengan merendahkan kedudukan mereka, Ali bin Abi Thalib sebaliknya, orang-orang terjebak dalam kekeliruan, penyimpangan dan kesesatan bahkan kekufuran karena berlebih-lebihan dalam mengagungkannya. Sebagaimana Abdullah bin Saba dan orang-orang yang mengikutinya.
Suwaid bin Ghafalah datang menemui Ali radlhiallaahu ’anhu di masa kepemimpinannya. Lalu Suwaid berkata, “Aku melewati sekelompok orang menyebut-nyebut Abu Bakr dan Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada mereka berdua. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba dan dialah orang pertama yang mengampanyekan hal tersebut’. Ali menjawab, “Aku berlindung kepada Allah menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan”. Kemudian beliau mengirim utusan kepada Abdullah bin Saba dan mengusirnya ke al-Madain. Ia juga berkata, “Jangan sampai engkau tinggal satu negeri bersamaku selamanya”. Kemudian ia berdiri menuju mimbar dan orang-orang pun berkumpul… …Ali berkata, “Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorang pun yang mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai hukuman untuk orang yang berbuat dusta.”
Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu menghalangi dapat seseorang dari kebenaran dan panjangan angan-angan dapat membuatnya lupa akhirat.”
Nasabnya
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah. Rasulullah memberinya kun-yah Abu Turab. Ia adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Ali memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah.
Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf. Abu Thalib adalah paman kandung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat dalam agama jahiliyah.
Sifat Fisiknya
Ali bin Abi Thalib adalah laki-laki berkulit sawo matang, bola mata beliau besar dan agak kemerah-merahan. Untuk ukuran orang Arab, beliau termasuk pendek, tidak tinggi dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundaknya putih. Rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yang rapi, dan ringan langkahnya (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 25)
Keutamaan Ali bin Abi Thalib
- Termasuk Seseorang Yang Dijamin Surga
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, az-Zubair di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).
- Rasulullah Mengumumkan di Khalayak Bahwa Allah dan Rasul-Nya Mencintai Ali
Saat Perang Khaibar, Rasulullah hendak memberikan bendera komando perang kepada seseorang. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’adi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi Allah, akan aku serahkan bendera ini esok hari kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia dicintai Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan kemenangan melalui dirinya.” Maka semalam suntuk orang-orang (para sahabat) membicarakan tentang siapakah di antara  mereka yang akan diberikan bendera tersebut. Keesokan harinya, para sahabat mendatangi Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?” Dijawab, “Kedua matanya sedang sakit.” Rasulullah memerintahkan, “Panggil dan bawa dia kemari.” Dibawalah Ali ke hadapan Rasulullah, lalu beliau meludahi kedua matanya yang sakit seraya berdoa untuknya. Seketika Ali sembuh total seolah-olah tidak tertimpa sakit sebelumnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera kepadanya. Lalu Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita.” Rasululah bersabda, “Majulah dengan tenang, sampai engkau tiba di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah member petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih berharga bagimu daripada memiliki onta-onta merah.” (HR. Muslim no. 4205).
- Kedudukan Ali di Sisi Rasulullah
Ibrahim bin Saad bin Abi Waqqash meriwayatkan dari ayahnya, dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda kepada Ali, “Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.” (Muttafaq ‘alaihi).
Hadis ini Rasulullah sampaikan kepada Ali saat beliau tidak menyertakan Ali bin Abi Thalib dalam pasukan Perang Tabuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkannya agar menjadi wakil beliau di kota Madinah. Ali yang merasa tidak nyaman hanya tinggal bersama wanita, anak-anak, dan orang tua yang udzur tidak ikut perang dihibur Rasulullah dengan sabda beliau di atas.
Sa’d bin Abi Waqqash radlhiallahu ‘anhu membawakan hadits semisal dalam ash-Shahihain:
عن سعد بن أبي وقاص قال خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب في غزوة تبوك فقال يا رسول الله تخلفني في النساء والصبيان فقال أما ترضى ان تكون مني بمنزلة هارون من موسى غير انه لا نبي بعدي
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernah memberi tugas Ali bin Abi Thalib saat perang Tabuk (untuk menjaga para wanita dan anak-anak di rumah). Ali pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau hanya menugasiku untuk menjaga anak-anak dan wanita di rumah ?’ Maka beliau menjawab, ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku ?” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 4416 dan Muslim no. 2404).
Hadis ini dipakai oleh orang-orang yang berlebihan dalam mengagungkan Ali bin Abi Thalib sebagai legitimasi bahwa Ali lebih mulia dari Abu Bakar dan Umar. Padahal hadis ini adalah pembelaan Rasulullah terhadap Ali yang dituduh oleh orang-orang munafik bahwa dia merasa berat untuk berangkat perang.
Ali berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang munafik mengatakan bahwa engkau menugaskan aku karena engkau memandang aku berat untuk berangkat jihad dan kemudian memberikan keringanan”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka telah berdusta! Kembalilah, aku menugaskanmu untuk mengurus keluargaku dan keluargamu. ‘Tidakkah engkau rela mendapatkan kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?”. Maka Ali pun akhirnya kembali ke Madinah (Taariikhul-Islaam, 1: 232).
Ayah Dari Pemimpin Pemuda Surga
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah ayah dari dua orang cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Hasan dan Husein. Kedua cucu beliau ini adalah pemimpin para pemuda di surga.
Rasulullah bersabda,
الحَسَنُ وَالحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الجَنَّةِ
“al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli Surga.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3781)
Penutup
Ali bin Abi Thalib mengatakan,
وَالَّذِى فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِلَىَّ أَنْ لاَ يُحِبَّنِى إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضَنِى إِلاَّ مُنَافِقٌ
“Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi telah berjanji kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafik.” (HR. Muslim, no. 249)
Tentu saja, mencintai Ali bukan hanya klaim semata. Mencintainya adalah dengan mengikuti perintahnya, tidak melebih-lebihkannya dari yang semestinya, dan mencintai orang-orang yang ia cintai. Ali mengutamakan Abu Bakar dan Umar atas dirinya, demikian juga semestinya orang-orang yang mengaku mencintainya, mengikuti keyakinannya.

Keistimewaan Utsman bin Affan

“Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang paling mengetahui tentang halal dan haram adalah Muadz bin Jabal, yang paling hafal tentang Alquran adalah Ubay (bin Ka’ab), dan yang paling mengetahui ilmu waris adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai seorang yang terpercaya, dan orang yang terpercaya di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 3:184)
Utsman bin Affan, khalifah rasyid yang ketiga. Ia dianggap sosok paling kontroversial dibanding tiga khalifah rasyid yang lain. Mengapa dianggap kontroversial? Karena ia dituduh seorang yang nepotisme, mengedepankan nasab dalam politiknya bukan kapasitas dan kapabilitas. Tentu saja hal itu tuduhan yang keji terhadap dzu nurain, pemiliki dua cahaya, orang yang dinikahkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua orang putrinya.

Pada kesempatan kali ini penulis tidak sedang menanggapi tuduhan-tuduhan terhadap beliau. Penulis akan memaparkan keutamaan-keutamaan beliau yang bersumber dari ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya agar kita berhati-hati dan mawas diri ketika mendengar hal-hal negatif tentang Utsman, kita lebih bisa mengontrol lisan kita dan berprasangka baik di hati kita.
Nasab dan Sifat Fisikinya
Beliau adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 53).
Amirul mukminin, dzu nurain, telah berhijrah dua kali, dan suami dari dua orang putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah. Dari sisi nasab, orang Quraisy satu ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain sebagai keponakan Rasulullah, Utsman juga menjadi menantu Rasulullah dengan menikahi dua orang putri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan keutamaan ini saja, sulit bagi seseorang untuk mencelanya, kecuali bagi mereka yang memiliki kedengkian di hatinya. Seorang tokoh di masyarakat kita saja akan mencarikan orang yang terbaik menjadi suami anaknya, apalagi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam tentulah beliau akan memilih orang yang terbaik untuk menjadi suami putrinya.
Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga, beliau juga menjadi enam orang anggota syura, dan salah seorang khalifah al-mahdiyin, yang diperintahkan untuk mengikuti sunahnya.
Utsman adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai janggut yang lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendirian yang besar, berbahu bidang, rambutnya lebat, dan bentuk mulutnya bagus.
Az-Zuhri mengatakan, “Beliau berwajah rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu bidang, berdahi lebar, dan mempunyai telapak kaki yang lebar.”
Amirul mukminin Utsman bin Affan terkenal dengan akhlaknya yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan terhormat. Terlalu panjang untuk mengisahkan kedermawanan beliau pada kesempatan yang sempit ini. Untuk kehidupan akhirat, menolong orang lain, dan berderma seolah-olah hartanya seringan buah-buah kapuk yang terpecah lalu kapuknya terhembus angin yang kencang.
- Penduduk Surga Yang Hidup di Bumi
Dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah kebun dan memerintahkanku untuk menjaga pintu kebun tersebut. Kemudian datang seorang lelaki untuk masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata laki-laki tersebut adalah Abu Bakar. Setelah itu datang laki-laki lain meminta diizinkan masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata lelaki itu adalah Umar bin al-Khattab. Lalu datang lagi seorang lelaki meminta diizinkan masuk, beliau terdiam sejenak lalu bersabda, “Izinkan ia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga disertai dengan cobaan yang menimpanya.” Ternyata lelaki tersebut adalah Utsman bin Affan.
- Kedudukan Utsman Dibanding Umat Islam Lainnya
Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya aku melihat bahwa aku di letakkan di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi daun timbangan lainnya, ternyata aku lebih berat dari mereka. Kemudian diletakkan Abu Bakar di satu daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata Abu Bakar lebih berat dari umatku. Setelah itu diletakkan Umar di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka. Lalu diletakkan Utsman di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka.” (al-Ma’rifatu wa at-Tarikh, 3: 357).
Hadis yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur Umar bin al-Khattab.
Hadis ini menunjukkan kedudukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman dibandingkan seluruh umat Nabi Muhammad yang lain. Seandainya orang-orang terbaik dari umat ini dikumpulkan, lalu ditimbang dengan salah seorang dari tiga orang sahabat Nabi ini, niscaya timbangan mereka lebih berat dibanding seluruh orang-orang terbaik tersebut.
- Kabar Tentang Kekhalifahan dan Orang-orang Yang Akan Memberontaknya
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah pernah mengutus seseorang untuk memanggil Utsman. Ketika Utsman sudah datang, Rasulullah menyambut kedatangannya. Setelah kami melihat Rasulullah menyambutnya, maka salah seorang dari kami menyambut kedatangan yang lain. Dan ucapan terakhir yang disampaikan Rasulullah sambil menepuk pundak Utsman adalah
“Wahai Utsman, mudah-mudahan Allah akan memakaikanmu sebuah pakaian (mengamanahimu jabatan khalifah), dan jika orang-orang munafik ingin melepaskan pakaian tersebut, jangalah engkau lepaskan sampai engkau bertemu denganku (meninggal).” Beliau mengulangi ucapan ini tiga kali. (HR. Ahmad).
Dan akhirnya perjumpaan yang disabdakan Rasulullah pun terjadi. Dari Abdullah bin Umar bahwa Utsman bin Affan berbicara di hadapan khalayak, “Aku berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di dalam mimpi, lalu beliau mengatakan, ‘Wahai Utsman, berbukalah bersama kami’.” Maka pada pagi harinya beliau berpuasa dan di hari itulah beliau terbunuh. (HR. Hakim dalam Mustadrak, 3: 103).
Katsir bin ash-Shalat mendatangi Utsman bin Affan dan berkata, “Amirul mukminin, keluarlah dan duduklah di teras depan agar masyarakat melihatmu. Jika engkau lakukan itu masyarakat akan membelamu. Utsman tertawa lalu berkata, ‘Wahai Katsir, semalam aku bermimpi seakan-akan aku berjumpa dengan Nabi Allah, Abu Bakar, dan Umar, lalu beliau bersabda, ‘Kembalilah, karena besok engkau akan berbuka bersama kami’. Kemudian Utsman berkata, ‘Demi Allah, tidaklah matahari terbenam esok hari, kecuali aku sudah menjadi penghuni akhirat’.” (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat, 3: 75).
Demikianlah sedikit cuplikkan tentang keutamaan Utsman bin Affan yang mungkin tertutupi oleh orang-orang yang lebih senang memperhatikan aib-aibnya. Padahal aib itu sendiri adalah fitnah yang dituduhkan kepadanya. Semoga Allah meridhai Utsman bin Affan dan memasukkannya ke dalam surga yang penuh kedamaian.

Keistimewaan Keutamaan Umar bin al-Khattab

Setelah membahas tentang keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq, kiranya perlu juga kita membahas tentang kemualiaan Umar bin Khattab. Ia adalah seorang khalifah yang sangat terkenal, perjalanan hidupnya adalah teladan yang diikuti, dan kepemimpinannya adalah sesuatu yang diimpikan. Banyak orang saat ini memimpikan, kiranya Umar hidup di zaman ini dan memipin umat yang tengah kehilangan jati diri.
Ada beberapa gelintir orang yang tidak menyukai khalifah yang mulia ini, mereka mengatakan al-Faruq telah mencuri haknya Ali. Menurut mereka, Ali bin Abi Thalib lebih layak dan lebih pantas dibanding Umar untuk menjadi khalifah pengganti Nabi. Berangkat dari klaim tersebut, mulailah mereka melucuti kemuliaan dan keutamaan Umar. Mereka buat berita-berita palsu demi rusaknya citra amirul mukminin Umar bin Khattab. Mereka puja orang yang memusuhinya dan pembunuhnya pun digelari pahlawan bangsa.
Berikut ini kami cuplikkan kabar-kabar ilahi yang bercerita tentang keutamaan, kemuliaan, dan kedudukan Umar bin Khattab, karena seperti itulah ia layak untuk diceritakan.
Nasab dan Ciri Fisiknya
Ia adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luai, Abu Hafsh al-Adawi. Ia dijuluki al-Faruq.
Ibunya bernama Hantamah binti Hisyam bin al-Mughirah. Ibunya adalah saudari tua dari Abu Jahal bin Hisyam.
Ia adalah seseorang yang berperawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, selalu bekerja dengan kedua tangannya, matanya hitam, dan kulitnya kuning. Ada pula yang mengatakan kulitnya putih hingga kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat. Selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambutnya dengan inai (daun pacar) (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324).
Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”
Keistimewaan dan Keutamaannya
- Umar adalah Penduduk Surga Yang Berjalan di Muka Bumi
Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
Subhanallah! Kala Umar masih hidup di dunia bersama Rasulullah dan para sahabatnya, namun istana untuknya telah disiapkan di tanah surga.
- Mulianya Islam dengan Perantara Umar
Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Beliau bersabda,
“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam.”
- Kesaksian Ali bin Abi Thalib Tentang Umar bin al-Khattab
Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan –ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut-. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar).
Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku berangkat bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.”
- Umar adalah Seorang yang Mendapat Ilham
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”
Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”
- Wibawa Umar
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)
Demikianlah di antara keutamaan Umar bin al-Khattab yang secara langsung diucapkan dan dilegitimasi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah meridhai Umar bin al-Khattab.
Sumber: al-Bidayah wa an-Nihayah

Keistimewaan Abu Bakar ash-Shiddiq


Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia teladan sudah sulit terlestari.
Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu ‘anhu.
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Kritik tersebut mulai berpengaruh pada jiwa-jiwa yang mudah tertipu, kepada hati yang lalai, dan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hasad kepada generasi pertama.
Kali ini kita tidak sedang menceritakan kepribadian Abu Bakar secara utuh, karena hal itu sulit diceritakan di tulisan yang singkat ini. Tulisan ini akan menyuplikkan sebagian teks-teks syariat yang menjelaskan tentang kemuliaan Abu Bakar.
Nasab dan Karakter Fisiknya
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Luai.
Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im. Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.
Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).
Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian, sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun, penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.
Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Keutamaan Abu Bakar
- Orang yang Rasulullah Percaya Untuk Menemaninya Berhijrah ke Madinah
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. (QS. At-Taubah: 40)
Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya menjaganya seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.
Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar mengatakan, “Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada Rasulullah, ‘Sekiranya orang-orang musyrik ini melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat’. Rasulullah menjawab, ‘Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya Allah bersama dua orang tersebut)’. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin menangkap mereka.
- Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya
Abu Said al-Khudri mengatakan, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabatnya dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah’.
Kata Abu Sa’id, “(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis, kami heran mengapa ia menangis padahal Rasulullah hanya menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Abu Bakar-lah yang paling mengerti serta berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah melanjutkan khutbahnya,
“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”
- Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah
Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzatu as-Salasil, saat itu aku menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.” Kemudian kutanyakan lagi, “Dari kalangan laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).”
- Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk Surga
Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di rumahnya lalu keluar menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu keperluan. Kata Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha menysulunya sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku duduk di depan pintu kebun, hingga beliau menunaikan keperluannya.
Setelah itu aku masuk ke kebun dan beliau sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya dan menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil bergumam “Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tak lama kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, “Siapa itu?” Dia menjawab, “Abu Bakar.” Lalu kujawab, “Tunggu sebentar.” Aku datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, “Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk.” Rasulullah menjawab, “Persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni surga.”
Penutup
Demikianlah Abu Bakar ash-Shiddiq dengan keutamaan-keutamaan yang ada padanya. Sebuah keistimewaan yang mungkin tidak pernah terlintas di benak kita, kita dijamin surga, menjadi kekasih Rasul, orang kecintaan Rasulullah, dan sahabat dekatnya. Lalu bagaimana bisa di hari ini ada orang yang merendahkan kedudukan beliau, setelah Allah dan Rasul-Nya memuliakan dia?
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari sifat buruk yang merendahkan wali-Nya, menjadi musuh orang yang Dia cintai. Semoga Allah meridhai Abu Bakar ash-Shiddiq.

Kisah Kaum Quraisy Menyerukan Toleransi Keyakinan

Di setiap akhir tahun, terjadi dua peristiwa yang membuat sebagian umat Islam yang lemah menjadi bingung, bahkan terkadang mereka kehilangan jati diri mereka sebagai seorang muslim, mereka tidak pandai mengambil sikap saat dua hari raya umat non-Islam; Natal dan Tahun Baru berlangsung. Mereka gagal memahami arti kata toleransi beragama.
Ada sekelompok umat Islam yang turut serta merayakan hari raya umat non-Islam ini, bahkan sebagian tokoh mereka menjadi pembicara di gereja. Menurut pemahaman mereka ini adalah sikap yang bijak, ini adalah ekspresi yang menunjukkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Benarkah demikian? Seperti itukah Rasulullah mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin? Mari kita berkaca dengan perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran dari kisah hidup beliau.
Permasalahn toleransi dalam hal keyakinan antar umat bergama, seperti: umat Islam mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain, berpartisipasi dalam ibadah-ibadah umat non-Islam dengan merayakannya, atau bentuk-bentuk kerja sama yang mentoleransi kesyirikan mereka terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya, tidak hanya terjadi pada hari ini.
Di zaman dahulu, tokoh-tokoh Quraisy; al-Walid bin Mughirah, al-Ash bin Wail, al-Aswad bin Abdul Muthalib, dan Umayyah bin Khalaf mengatakan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir al-Qurthubi)
Inilah toleransi yang ditawarkan oleh orang-orang Quraisy di zaman Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengajak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberpartisipasi dalam ajaran mereka, mengambil hal-hal yang baik yang ada pada agama mereka, dan menghormati kesyirikan yang mereka lakukan. Inilah jalan damai yang mereka tawarkan, agar Nabi Muhammad tidak terus menyerukan dakwah yang (menurut mereka) menimbulkan perpecahan di kalangan kabilah-kabilah Quraisy yang sebelumnya saling menghormati. Lalu Allah wahyukan kepada Nabi-Nya menjawab ajakan orang-orang Quraisy tersebut dengan menurunkan surat:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Di zaman sekarang, seruan-seruan toleransi ini lebih halus dari keterus-terangan orang-orang Quraisy di atas. Umat-umat non-muslim saat ini mengambil pelajaran bahwa ajakan terus terang seperti di atas tentu saja akan ditolak mentah-mentah sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah menolaknya. Mereka memperbaiki dan memperhalus ajakan tersebut dengan cara, apabila umat Islam merayakan hari raya, maka mereka akan mengucapkan “selamat hari raya Idul Fitri / Idul Adha” atau mungkin mengucapkan “taqobbalallahu minna wa minkum” di rumah-rumah kaum muslimin, melalui media masa, iklan-iklan di jalanan atau bahkan di televisi, apa maknanya? Mereka menyampaikan pesan secara halus, “Kalau kami berhari raya, umat Islam bisa mengerti sendiri apa yang harus mereka lakukan”. Mereka menginginkan umat Islam menghormati perayaan kesyirikan mereka sebagaimana mereka mengucapkan selamat pada hari raya umat Islam.
Propaganda toleransi, menghormati sesama, dan menjalin kerukunan dan kedamaian mempengaruhi sebagian umat Islam sehingga mereka artikan toleransi dengan pengertian yang sempit dan kaku, menjalin kerukunan dan kedamaian mereka sempitkan ruangnya, padahal Allah tidak melarang memberi hadiah kepada orang-orang non-Islam, menjenguk mereka ketika sakit, bermanis muka dan ramah kepada mereka dll.
Demikianlah Nabi menyikapi toleransi dalam permasalahan keyakinan yang ditawarkan oleh orang-orang Quraisy. Mudah-mudahan kita bisa mencontoh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan pengertian Islamrahmatan lil ‘alamin.

 
Diberdayakan oleh Blogger.